Sabtu, 23 Mei 2015

Perkembangan Partai Politik di Indonesia (BAB I + II)

Kata Pengantar
Bismillahirrohmanirrohim....
Welcome guys, hari ini mau berbagi Ilmu Pengetahuan lagi nih. Semoga dengan berbagi Ilmu yang bermanfaat dapat menjadi Amal Jariah yang tidak terputus amal pahalanya, Amin... Langsung aja yah, ni ada postingan saya mengenai Ilmu Politik, dewasa ini dapat dilihat perkembangan Partai Politik di Indonesia begitu cepat dan mengalami pasang surut juga, nah yuk kita lihat seperti apa. Salah satu hasil Tinjauan Pustaka pada Jumat, 17 April 2015.

Semoga dapat membantu serta mohon komentar, kritik dan saran membangunnya. Silahkan dishare ya, biar sama-sama dapat Pahala, Amiiin... Terima kasih ^_^



PAPER II
PENGANTAR ILMU POLITIK

PARTAI POLITIK DI INDONESIA
(PADA TAHUN 1945 S.D 2007)








Oleh:
YOGI SUDIRMAN
1428000283





PROGRAM    STUDI    MANAJEMEN    SDM
SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
TAHUN 2015






DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................ 2           
BAB I. PENDAHULUAN........................................................... 3
1.      Latar Belakang.................................................................. 3
2.      Hak atas Kebebasan Berserikat dan Berkumpul............... 3
3.      Pendekatan dan Sistematika Pembahasan....................... 4

BAB II. TINJAUAN UMUM...................................................... 5
1.      Pengertian Partai Politik................................................... 5
2.      Jenis-Jenis Parpol.............................................................. 5
3.      Peranan dan Fungsi Parpol............................................... 6
4.      Tipologi Sistem Kepartaian.............................................. 7

BAB III. PEMBAHASAN........................................................... 9
1.      Parpol di Era Demokrasi Orde Lama................................ 9
a.      Parpol di Era Demokrasi Liberal Parlementer............ 9
b.      Parpol di Era Demokrasi Terpimpin........................... 10
2.      Parpol di Era Demokrasi Orde Baru................................. 13
3.      Parpol di Era Reformasi.................................................... 15
4.      Partai Politik Lokal........................................................... 18
a.      Tinjauan Umum......................................................... 18
b.      Parpol Lokal di Aceh.................................................. 19

BAB IV. PENUTUP..................................................................... 22
1.      Kesimpulan...................................................................... 22
2.      Saran............................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA.................................................................. 23




BAB I
PENDAHULUAN
1.     Latar Belakang
Berikut ini sebagai mahasiswa STIA LAN Jakarta, menyampaikan makalah tentang “Partai Politik di Indonesia pada tahun 1945 s.d 2007” berdasarkan referensi-referensi yang ada terutama oleh Prof. H. A. Mukthie Fadjar, SH. MS. (2008) yang berjudul “Partai Politik dalam Perkembangan Sistem Ketatanegaraan Indonesia”. Penulisan makalah ini sebagai syarat untuk lulus dalam Mata Kuliah Pengantar Ilmu Politik pada Semester Gasal Tahun 2015 oleh Dr. Hamka, MA.
Perkembangan Hukum Tata Negara Indonesia dapat dilacak dari dinamika konstitusi yang berlaku yang ternyata tidak menghasilkan sistem politik demokrasi yang berkesinambungan. Sehingga kita mengenal pembabakan kehidupan ketatanegaraan dan politik dalam:
1.     Demokrasi Liberal Parlementer (1945 – 1959) di bawah tiga konstitusi, yakni UUD 1945   (asli), Konstitusi RIS 1949, dan UUD Sementara 1950;
2.     Demokrasi Terpimpin (1959 – 1966) di bawah UUD 1945 (asli) yang diberlakukan          kembali lewat Dekrit Presiden 5 Juli 1959;
3.     Demokrasi Pancasila atau Orde Baru (1966 – 1998) di bawah UUD 1945 (asli); dan
4.     Demokrasi Konstitusional (1998 – sekarang) di bawah UUD 1945 (asli, 1998 – 1999) dan UUD 1945 Amandemen (1999 – sekarang).
Dalam perspektif perkembangan konstitusi dan demokrasi demikian, juga mempengaruhi dinamika kehidupan partai politik sebagai salah satu instrumen penting bagi kehidupan politik yang demokratis, sehingga nasib partai politik juga mengalami pasang surut.
Oleh sebab itu pembahasan makalah ini disajikan dengan maksud merekam perkembangan partai politik di Indonesia dari perspektif Hukum Tata Negara, terutama dari aspek regulasi pembentukan dan pembubarannya.
Dengan demikian diharapkan tulisan ini bermanfaat bagi para Pembaca, khususnya bagi kami sebagai penulis. Sudah barang tentu banyak kelemahan dan kekurangannya, sehingga kami mengharapkan saran dan kritik dari para Pembaca yang budiman.

2.     Hak atas Kebebasan Berserikat dan Berkumpul
Kebebasan untuk berserikat dan berkumpul, termasuk kebebasan untuk membentuk dan menjadi anggota partai politik (parpol) merupakan salah satu hak asasi manusia (HAM) yang harus diakui dan dilindungi oleh negara. Sesuai dengan ratifikasi Pemerintah Indonesia dengan Undang-Undang (UU) No. 12 Tahun 2005 terhadap Deklarasi Universal HAM (Universal Declaration of Human Rights) 10 Desember 1948 (disebut DUHAM) dalam Pasal 20 menyatakan (1) Everyone has the right to freedom of peaceful assembly and association; (2) No one may be compelled to belong to an association. Hal ini juga ditegaskan lagi dalam Pasal 22 ayat (1) International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) Tahun 1966.
Konstitusi-konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia, yaitu UUD 1945 Asli (18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 dan 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999), Konstitusi RIS 1949 (27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950), UUDS (sementara) 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959), dan UUD 1945 Perubahan (19 Oktober 1999 – sekarang), juga selalu memuat ketentuan tentang kebebasan berserikat dan berkumpul. Diantaranya, UUD 1945 Perubahan, Pasal 28 yang berbunyi “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang” (sama dengan UUD 1945 Asli), juga ada ketentuan Pasal 28 E ayat (3) yang berbunyi “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM 1999) juga menegaskan hal yang serupa yang tercantum dalam Pasal 24 ayat (1), bahkan secara eksplisit dalam ayat (2)-nya menyatakan “Setiap warga negara atau kelompok masyarakat berhak untuk mendirikan partai politik, ...”
Akan tetapi, implementasinya dalam kehidupan politik dan ketatanegaraan, prinsip kebebassan berserikat dan berkumpul tersebut, khususnya kebebasan untuk mendirikan parpol di Indonesia mengalami pasang surut sejalan dengan dinamika sistem ketatanegaraan dan sistem politik yang berlaku. Semakin demokratis sistem politik semakin longgar pendirian parpol, dan semakin otoriter akan semakin ketat pembentukan parpol, yang berarti pula terjadinya pergeseran dalam tafsir prinsip kebebasan berserikat dan berkumpul (Arief Hidayat, Disertasi UNDIP, 2006).
Setelah Perubahan UUD 1945, kedudukan dan peranan parpol dalam sistem ketatanegaraan Indonesia menjadi semakin strategis. Secara eksplisit dalam Pasal 22 E ayat (3) UUD 1945 dinyatakan bahwa hanya parpol yang menjadi peserta pemilihan umum (Pemilu) untuk memilih anggota DPR dan DPRD yang kemudian menjadi argumentasi untuk pemberian hak recall oleh parpol atas anggotanya yang duduk di lembaga perwakilan (DPR dan DPRD). Kemudian dalam Pasal 6 A ayat (2) juga secara tegas dinyatakan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol, demikian pula untuk pengusulan calon kepada daerah dan wakil kepala daerah dalam pemilihan kepada daerah (Pilkada) secara langsung, menurut UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, parpol menjadi “embarkasi” dan “kendaraan” bagi pencalonan kepala daerah/wakil kepala daerah.
Dengan demikian perlu diulas perkembangan demokrasi dan perkembangan kehidupan kepartaian di Indonesia dalam perkembangan sistem ketatanegaraan dan politik Indonesia.

3.     Pendekatan dan Sistematika Pembahasan
Pembahasan makalah ini dari perspektif Hukum Tata Negara dengan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach), terutama pada pengaturan mengenai pembentukan, pengawasan dan pembubaran parpol. Dengan demikian tentu sebelumnya akan dilakukan telaah umum tentang partai politik yang akan dibahasan pada bab berikut ini.
Secara sistematik, makalah ini dibagi dalam beberapa bab sebagai berikut:
Bab I            :  Pendahuluan
Bab II          :  Tinjauan Umum: Partai Politik
Bab III         :  Pembahasan:
- Partai Politik Era Demokrasi Orde Lama
- Partai Politik Era Demokrasi Orde Baru
- Partai Politik Era Reformasi
- Partai Politik Lokal
Bab IV         :  Penutup 





BAB II
TINJAUAN UMUM
(PARTAI POLITIK)

1.     Pengertian Partai Politik
Partai politik (Parpol) merupakan keharusan dalam kehidupan politik modern yang demokratis. Sebagai suatu organisasi, parpol secara ideal dimaksudkan untuk mengaktifkan dan memobilisasi rakyat, mewakili kepentingan tertentu, memberikan jalan kompromi bagi pendapat yang saling bersaing, serta menyediakan secara maksimal kepemimpinan politik secara sah (legitimate) dan damai (Amal, 1988: xi).
Dalam pengertian modern, parpol adalah “suatu kelompok yang mengajukan calon-calon bagi jabatan publik untuk dipilih oleh rakyat, sehingga dapat mengatasi atau mempengaruhi tindakan-tindakan pemerintah”. Dibandingkan dengan pandangan Mark N. Hugopian (Amal, 1988: xi), “Partai politik adalah suatu organisasi yang dibentuk untuk mempengaruhi bentuk dan karakter kebijaksanaan publik dalam kerangka prinsip-prinsip dan kepentingan ideologis tertentu melalui praktek kekuasaan secara langsung atau partisipasi rakyat dalam pemilihan”. Selanjutnya menurut Sigmud Neumann (Budiardjo, 1981: 14), “Partai politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada pengendalian kekuasaan pemerintahan dan yang bersaing untuk memperoleh dukungan rakyat, dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda. Dengan demikian, parpol merupakan perantara yang besar yang menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideologi-ideologi sosial dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang resmi dan yang mengkaitkannya dengan aksi politik di dalam masyarakat yang lebih luas”.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas, maka basis sosiologis suatu parpol adalah ideologi dan kepentingan yang diarahkan pada usaha-usaha untuk memperoleh kekuasaan. Tanpa kedua elemen tersebut parpol tidak akan mampu mengidentifikasi dirinya dengan para pendukungnya. Selain itu dari definisi parpol di atas juga menunjukkan kedudukan parpol sebagai:
a.         Salah satu wadah atau sarana partisipasi politik rakyat;
b.         Perantara antara kekuatan-kekuatan sosial dengan pemerintah.
(A. Mukthie Fadjar, 2008: 17)
Hal ini sesuai dengan penjelasan Hamka (dalam Slide Perkuliahan, Pengantar Ilmu Politik, 2015: 140) yang menyatakan bahwa “Partai politik merupakan sarana bagi warga negara untuk berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara, rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan dan diikutsertakan dalam proses politik. Partai politik juga merupakan penghubung antara rakyat dan pemerintah, menyatukan orang-orang yang mempunyai pikiran yang sama. Pikiran dan orientasi dapat dikonsolidasikan, sehingga pengaruh mereka bisa lebih besar dalam pembuatan dan pelaksanaan keputusan”.

2.     Jenis-Jenis Parpol
Berdasarkan tingkat koomitmen parpol terhadap ideologi dan kepentingan, parpol dapat diklasifikasikan dalam lima jenis (Amal, 1988: xii-xiii), yaitu:
a.   Partai Proto, adalah tipe awal parpol sebelum mencapai tingkat perkembangan seperti dewasa ini yang muncul di Eropa Barat sekitar abad tengah sampai akhir abad ke 19. Ciri paling menonjol partai proto adalah perbedaan antara kelompok anggota (ins) dengan non-anggota (outs). Masih belum nampak sebagai parpol modern, tetapi hanya merupakan faksi-faksi yang dibentuk berdasarkan pengelompokan ideologi dalam masyarakat.
b.   Partai Kader, merupakan perkembangan lebih lanjut partai proto, muncul sebelum diterapkan hak pilih secara luas bagi rakyat. Tingkat organisasi dan ideologi masih rendah. Ideologi yang dianut konservatisme ekstrim atau reformisme moderat, partai kader tak perlu organisasi besar yang memobilisasi massa. Contoh: PSI di Indonesia (1950 – 1960an).
c.   Partai Massa, muncul setelah terjadi perluasan hak pilih rakyat. Partai massa terbentuk di luar parlemen (extra-parlemen) dengan basis masa yang luas, seperti buruh, tani, kelompok agama, dsb, dengan ideologi yang kuat untuk memobilisasi masa dengan organisasi yang rapi. Tujuan utamanya bukan hanya memperoleh kemenangan dalam pemilihan umum, tetapi juga memberikan pendidikan politik bagi rakyat/anggota. Contoh: parpol-parpol di Indonesia (1950 – 1960an). Seperti PNI, Masyumi, PKI, dsb.
d.   Partai Diktatorial, merupakan suatu tipe partai massa tetapi memiliki ideologi yang lebih baku dan radikal. Kontrol terhadap anggota dan rekrutmen anggota sangat ketat (selektif), karena dituntut kesetiaan dan komitmen terhadap ideologi. Contoh: PKI dan umumnya partai komunis.
e.   Partai Catch-all, merupakan gabungan partai kader dan partai massa. Istilah “Catch-all” pertama kali dikemukakan oleh Otto Kirchheimer untuk memberikan tipologi pada kecenderungan parpol di Eropa Barat pasca Perang Dunia II. Catch-all artinya “menampung kelompok-kelompok sosial sebanyak mungkin untuk dijadikan anggotanya”. Tujuan utamanya adalah memenangkan pemilihan umum dengan menawarkan program dan keuntungan bagi anggotanya sebagai ganti ideologi yang kaku. Aktivitas partai ini erat kaitannya dengan kelompok kepentingan dan kelompok penekan. Contoh: Golkar di Indonesia (1971 – 1998).
Parpol berbeda dengan kelompok kepentingan (interest group) dan kelompok penekan (pressure group). Partai dibentuk untuk mempengaruhi jalannya pemerintahan dengan mengajukan calon-calon untuk jabatan publik, sementara kelompok kepentingan dan kelompok menekan lebih memilih cara persuasi, lobi dan propaganda dalam usaha mempengaruhi pemerintah. Sedangkan di negara-negara yang sedang berkembang (NSB), kebangkitan dan aktivitas parpol terkait dengan proses identitas nasional, pembentukan kerangka sistem politik, pengabsahan lembaga pemerintah, serta usaha memperkuat integrasi nasional. Partai tidak berfungsi sebagai penyedia akses bagi penyaluran tuntutan, tetapi semata sebagai elemen strategi persatuan nasional dan pengganti perbedaan. (A. Mukthie Fadjar, 2008: 21)

3.     Peranan dan Fungsi Parpol
Dalam kepustakaan ilmu politik, sering dikemukakan bahwa partai politik mempunyai peranan (Gaffar dan Amal, 1988):
a.   Dalam proses pendidikan politik;
b.   Sebagai sumber rekrutmen para pemimpin bangsa guna mengisi berbagai macam posisi dalam kehidupan bernegara;
c.   Sebagai lembaga yang berusaha mewakili kepentingan masyarakat; dan
d.   Sebagai penghubungan antara penguasa dan rakyat.
Fungsi partai politik di Negara Demokrasi menurut Hamka (dalam Slide Perkuliahan, Pengantar Ilmu Politik, 2015) sebagai berikut:
a.   Sebagai sarana komunikasi politik
b.   Sebagai sarana sosialisasi politik
c.   Sebagai sarana rekrutmen politik
d.   Sebagai sarana pengatur konflik.
Sesuai dengan penjelasan A. Mukthie Fadjar (2008: 17) yang lebih lengkap dengan mengulas tentang fungsi parpol secara umum dalam negara demokrasi modern, sebagai berikut:
a.   Sebagai sarana komunikasi politik, yaitu satu pihak yang merumuskan kepentingan dan menggabungkan atau menyalurkan kepentingan masyarakat untuk disampaikan dan diperjuangkan kepada pemerintah, sedangkan di pihak lain juga berfungsi menjelaskan dan menyebarluaskan kebijaksanaan pemerintah kepada masyarakat (khususnya anggota parpol yang bersangkutan);
b.   Sebagai sarana sosialisasi politik, yaitu proses dimana seseorang memperoleh pandangan, orientasi, dan nilai-nilai dari masyarakat di mana dia berada. Proses tersebut juga mencakup proses dimana masyarakat mewariskan norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Di NSB seperti Indonesia, yang bangsanya pada umumnya sangat plural, parpol dapat membantu peningkatan identitas nasional dan pemupukan integrasi nasional.
c.   Sebagai sarana rekrutmen politik, yakni proses melalui mana partai mencari anggota baru dan mengajak orang yang berbakat untuk berpartisipasi dalam proses politik. Rekrutmen politik akan menjamin kontinuitas dan kelestarian partai, dan sekaligus merupakan salah satu cara untuk menyeleksi para calon pimpinan partai atau pemimpinan bangsa.
d.   Sebagai sarana pengatur konflik, yakni bahwa dalam negara demokratis yang masyarakatnya terbuka dan plural, perbedaan dan persaingan pendapat sangatlah wajar, akan tetapi sering menimbulkan konflik sosial yang sangat luas. Oleh karena itu, konflik harus bisa dikendalikan atau dijinakkan agar tidak berlarut-larut yang bisa menggoyahkan dan membahayakan eksistensi bangsa. Dalam hal ini, parpol dapat berperan menekan konflik seminimal mungkin.

4.     Tipologi Sistem Kepartaian
Sistem kepartaian pada umumnya dapat diklasifikasikan menurut dua kriteria, yaitu:
a.     Berdasarkan jumlah partai yang ada dalam suatu negara, sehingga muncul:
1)     Sistem partai tunggal (umumnya di negara komunis);
2)     Sistem dwi-partai, seperti di USA, Inggris, dll;
3)     Sistem multi partai, seperti di Belanda, Italia, Indonesia, dll.
b.     Berdasarkan pada karakter partai:
1)     Sistem kompetitif;
2)     Sistem agregatif;
3)     Sistem ideologis;
4)     Sistem pluralistik;
5)     Sistem monopolistik;
6)     Sistem hegemonik.

Berdasarkan kedua kriteria tersebut maka tipologi sistem kepartaian dapat digambarkan dalam bagan berikut:
No
Kriteria
Integratif
Kompetitif
1
Dukungan
sektarian (eksklusif)
komprehensif (pragmatis, orientasi klan)
2
Organisasi
tertutup, otoriter
terbuka dan pluralistik
3
kegiatan dan fungsi
mobilisasi, hegemonik integrasi nasional
agregatif dan representatif terspesialisasi
4
Jumlah partai
Satu partai
Dwipartai/multi partai

Sumber: Amal, 1988




*BAB III dan BAB IV dilanjutkan pada halaman Blog berikut... terima kasih ^_^




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mohon kritik dan saran yang membangun ya... tq ^_^ (jangan makian, ingat dosa)