Kata
Pengantar
Bismillahirrohmanirrohim....
Welcome guys, hari ini
mau berbagi Ilmu Pengetahuan lagi nih. Semoga dengan berbagi Ilmu yang
bermanfaat dapat menjadi Amal Jariah yang tidak terputus amal
pahalanya, Amin... Langsung aja yah, ni ada postingan saya mengenai Ilmu Politik, dewasa ini dapat dilihat perkembangan Partai Politik di Indonesia begitu cepat dan mengalami pasang surut juga, nah yuk kita lihat seperti apa. Salah satu hasil Tinjauan Pustaka pada Jumat, 17 April 2015.
Semoga dapat membantu
serta mohon komentar, kritik dan saran membangunnya. Silahkan dishare ya, biar
sama-sama dapat Pahala, Amiiin... Terima kasih ^_^
PAPER II
PENGANTAR ILMU POLITIK
PARTAI POLITIK DI INDONESIA
(PADA TAHUN
1945 S.D 2007)
Oleh:
YOGI SUDIRMAN
1428000283
PROGRAM STUDI
MANAJEMEN SDM
SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
TAHUN 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................ 2
BAB I. PENDAHULUAN........................................................... 3
1.
Latar
Belakang.................................................................. 3
2.
Hak atas
Kebebasan Berserikat dan Berkumpul............... 3
3.
Pendekatan
dan Sistematika Pembahasan....................... 4
BAB II. TINJAUAN UMUM...................................................... 5
1.
Pengertian Partai Politik................................................... 5
2.
Jenis-Jenis Parpol.............................................................. 5
3.
Peranan dan Fungsi Parpol............................................... 6
4.
Tipologi Sistem Kepartaian.............................................. 7
BAB III. PEMBAHASAN........................................................... 9
1.
Parpol di Era Demokrasi Orde Lama................................ 9
a.
Parpol di Era Demokrasi Liberal Parlementer............ 9
b.
Parpol di Era Demokrasi Terpimpin........................... 10
2.
Parpol di Era Demokrasi Orde Baru................................. 13
3.
Parpol di Era Reformasi.................................................... 15
4.
Partai Politik Lokal........................................................... 18
a.
Tinjauan Umum......................................................... 18
b.
Parpol Lokal di Aceh.................................................. 19
BAB IV. PENUTUP..................................................................... 22
1.
Kesimpulan...................................................................... 22
2.
Saran............................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA.................................................................. 23
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Berikut
ini sebagai mahasiswa STIA LAN Jakarta, menyampaikan makalah tentang “Partai
Politik di Indonesia pada tahun 1945 s.d 2007” berdasarkan referensi-referensi
yang ada terutama oleh Prof. H. A. Mukthie Fadjar, SH. MS. (2008) yang berjudul
“Partai Politik dalam Perkembangan Sistem Ketatanegaraan Indonesia”. Penulisan
makalah ini sebagai syarat untuk lulus dalam Mata Kuliah Pengantar Ilmu Politik
pada Semester Gasal Tahun 2015 oleh Dr. Hamka, MA.
Perkembangan
Hukum Tata Negara Indonesia dapat dilacak dari dinamika konstitusi yang berlaku
yang ternyata tidak menghasilkan sistem politik demokrasi yang
berkesinambungan. Sehingga kita mengenal pembabakan kehidupan ketatanegaraan
dan politik dalam:
1. Demokrasi Liberal Parlementer (1945 – 1959)
di bawah tiga konstitusi, yakni UUD 1945 (asli),
Konstitusi RIS 1949, dan UUD Sementara 1950;
2. Demokrasi Terpimpin (1959 – 1966) di bawah
UUD 1945 (asli) yang diberlakukan kembali
lewat Dekrit Presiden 5 Juli 1959;
3. Demokrasi Pancasila atau Orde Baru (1966 –
1998) di bawah UUD 1945 (asli); dan
4. Demokrasi Konstitusional (1998 – sekarang)
di bawah UUD 1945 (asli, 1998 – 1999) dan UUD
1945 Amandemen (1999 – sekarang).
Dalam
perspektif perkembangan konstitusi dan demokrasi demikian, juga mempengaruhi
dinamika kehidupan partai politik sebagai salah satu instrumen penting bagi
kehidupan politik yang demokratis, sehingga nasib partai politik juga mengalami
pasang surut.
Oleh
sebab itu pembahasan makalah ini disajikan dengan maksud merekam perkembangan
partai politik di Indonesia dari perspektif Hukum Tata Negara, terutama dari
aspek regulasi pembentukan dan pembubarannya.
Dengan
demikian diharapkan tulisan ini bermanfaat bagi para Pembaca, khususnya bagi
kami sebagai penulis. Sudah barang tentu banyak kelemahan dan kekurangannya,
sehingga kami mengharapkan saran dan kritik dari para Pembaca yang budiman.
2. Hak
atas Kebebasan Berserikat dan Berkumpul
Kebebasan
untuk berserikat dan berkumpul, termasuk kebebasan untuk membentuk dan menjadi
anggota partai politik (parpol) merupakan salah satu hak asasi manusia (HAM)
yang harus diakui dan dilindungi oleh negara. Sesuai dengan ratifikasi
Pemerintah Indonesia dengan Undang-Undang (UU) No. 12 Tahun 2005 terhadap
Deklarasi Universal HAM (Universal Declaration of Human Rights) 10 Desember
1948 (disebut DUHAM) dalam Pasal 20 menyatakan (1) Everyone has the right to
freedom of peaceful assembly and association; (2) No one may be compelled to
belong to an association. Hal ini juga ditegaskan lagi dalam Pasal 22 ayat (1)
International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) Tahun 1966.
Konstitusi-konstitusi
yang pernah berlaku di Indonesia, yaitu UUD 1945 Asli (18 Agustus 1945 – 27
Desember 1949 dan 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999), Konstitusi RIS 1949 (27
Desember 1949 – 17 Agustus 1950), UUDS (sementara) 1950 (17 Agustus 1950 – 5
Juli 1959), dan UUD 1945 Perubahan (19 Oktober 1999 – sekarang), juga selalu
memuat ketentuan tentang kebebasan berserikat dan berkumpul. Diantaranya, UUD
1945 Perubahan, Pasal 28 yang berbunyi “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan
undang-undang” (sama dengan UUD 1945 Asli), juga ada ketentuan Pasal 28 E ayat
(3) yang berbunyi “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat”. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM
1999) juga menegaskan hal yang serupa yang tercantum dalam Pasal 24 ayat (1),
bahkan secara eksplisit dalam ayat (2)-nya menyatakan “Setiap warga negara atau
kelompok masyarakat berhak untuk mendirikan partai politik, ...”
Akan
tetapi, implementasinya dalam kehidupan politik dan ketatanegaraan, prinsip
kebebassan berserikat dan berkumpul tersebut, khususnya kebebasan untuk
mendirikan parpol di Indonesia mengalami pasang surut sejalan dengan dinamika
sistem ketatanegaraan dan sistem politik yang berlaku. Semakin demokratis
sistem politik semakin longgar pendirian parpol, dan semakin otoriter akan
semakin ketat pembentukan parpol, yang berarti pula terjadinya pergeseran dalam
tafsir prinsip kebebasan berserikat dan berkumpul (Arief Hidayat, Disertasi
UNDIP, 2006).
Setelah
Perubahan UUD 1945, kedudukan dan peranan parpol dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia menjadi semakin strategis. Secara eksplisit dalam Pasal 22 E ayat (3)
UUD 1945 dinyatakan bahwa hanya parpol yang menjadi peserta pemilihan umum
(Pemilu) untuk memilih anggota DPR dan DPRD yang kemudian menjadi argumentasi
untuk pemberian hak recall oleh parpol atas anggotanya yang duduk di lembaga
perwakilan (DPR dan DPRD). Kemudian dalam Pasal 6 A ayat (2) juga secara tegas
dinyatakan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh
parpol atau gabungan parpol, demikian pula untuk pengusulan calon kepada daerah
dan wakil kepala daerah dalam pemilihan kepada daerah (Pilkada) secara
langsung, menurut UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, parpol
menjadi “embarkasi” dan “kendaraan” bagi pencalonan kepala daerah/wakil kepala
daerah.
Dengan
demikian perlu diulas perkembangan demokrasi dan perkembangan kehidupan
kepartaian di Indonesia dalam perkembangan sistem ketatanegaraan dan politik
Indonesia.
3. Pendekatan
dan Sistematika Pembahasan
Pembahasan
makalah ini dari perspektif Hukum Tata Negara dengan pendekatan peraturan
perundang-undangan (statute approach), terutama pada pengaturan mengenai
pembentukan, pengawasan dan pembubaran parpol. Dengan demikian tentu sebelumnya
akan dilakukan telaah umum tentang partai politik yang akan dibahasan pada bab
berikut ini.
Secara
sistematik, makalah ini dibagi dalam beberapa bab sebagai berikut:
Bab
I : Pendahuluan
Bab
II : Tinjauan Umum: Partai Politik
Bab
III : Pembahasan:
- Partai Politik Era Demokrasi Orde Lama
- Partai Politik Era Demokrasi Orde Baru
- Partai Politik Era Reformasi
- Partai Politik Lokal
Bab
IV : Penutup
BAB II
TINJAUAN UMUM
(PARTAI POLITIK)
1. Pengertian
Partai Politik
Partai
politik (Parpol) merupakan keharusan dalam kehidupan politik modern yang
demokratis. Sebagai suatu organisasi, parpol secara ideal dimaksudkan untuk
mengaktifkan dan memobilisasi rakyat, mewakili kepentingan tertentu, memberikan
jalan kompromi bagi pendapat yang saling bersaing, serta menyediakan secara
maksimal kepemimpinan politik secara sah (legitimate) dan damai (Amal, 1988:
xi).
Dalam
pengertian modern, parpol adalah “suatu kelompok yang mengajukan calon-calon
bagi jabatan publik untuk dipilih oleh rakyat, sehingga dapat mengatasi atau
mempengaruhi tindakan-tindakan pemerintah”. Dibandingkan dengan pandangan Mark
N. Hugopian (Amal, 1988: xi), “Partai politik adalah suatu organisasi yang
dibentuk untuk mempengaruhi bentuk dan karakter kebijaksanaan publik dalam
kerangka prinsip-prinsip dan kepentingan ideologis tertentu melalui praktek
kekuasaan secara langsung atau partisipasi rakyat dalam pemilihan”. Selanjutnya
menurut Sigmud Neumann (Budiardjo, 1981: 14), “Partai politik adalah organisasi
artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif dalam
masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada pengendalian
kekuasaan pemerintahan dan yang bersaing untuk memperoleh dukungan rakyat,
dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda.
Dengan demikian, parpol merupakan perantara yang besar yang menghubungkan
kekuatan-kekuatan dan ideologi-ideologi sosial dengan lembaga-lembaga
pemerintahan yang resmi dan yang mengkaitkannya dengan aksi politik di dalam
masyarakat yang lebih luas”.
Berdasarkan
definisi-definisi tersebut di atas, maka basis sosiologis suatu parpol adalah
ideologi dan kepentingan yang diarahkan pada usaha-usaha untuk memperoleh
kekuasaan. Tanpa kedua elemen tersebut parpol tidak akan mampu mengidentifikasi
dirinya dengan para pendukungnya. Selain itu dari definisi parpol di atas juga
menunjukkan kedudukan parpol sebagai:
a. Salah satu wadah atau sarana
partisipasi politik rakyat;
b. Perantara antara kekuatan-kekuatan
sosial dengan pemerintah.
(A.
Mukthie Fadjar, 2008: 17)
Hal
ini sesuai dengan penjelasan Hamka (dalam Slide Perkuliahan, Pengantar Ilmu
Politik, 2015: 140) yang menyatakan bahwa “Partai politik merupakan sarana bagi
warga negara untuk berpartisipasi dalam proses pengelolaan negara, rakyat
merupakan faktor yang perlu diperhitungkan dan diikutsertakan dalam proses
politik. Partai politik juga merupakan penghubung antara rakyat dan pemerintah,
menyatukan orang-orang yang mempunyai pikiran yang sama. Pikiran dan orientasi
dapat dikonsolidasikan, sehingga pengaruh mereka bisa lebih besar dalam
pembuatan dan pelaksanaan keputusan”.
2. Jenis-Jenis
Parpol
Berdasarkan
tingkat koomitmen parpol terhadap ideologi dan kepentingan, parpol dapat
diklasifikasikan dalam lima jenis (Amal, 1988: xii-xiii), yaitu:
a. Partai Proto, adalah tipe awal parpol
sebelum mencapai tingkat perkembangan seperti dewasa ini yang muncul di Eropa
Barat sekitar abad tengah sampai akhir abad ke 19. Ciri paling menonjol partai
proto adalah perbedaan antara kelompok anggota (ins) dengan non-anggota (outs).
Masih belum nampak sebagai parpol modern, tetapi hanya merupakan faksi-faksi
yang dibentuk berdasarkan pengelompokan ideologi dalam masyarakat.
b. Partai Kader, merupakan perkembangan
lebih lanjut partai proto, muncul sebelum diterapkan hak pilih secara luas bagi
rakyat. Tingkat organisasi dan ideologi masih rendah. Ideologi yang dianut
konservatisme ekstrim atau reformisme moderat, partai kader tak perlu
organisasi besar yang memobilisasi massa. Contoh: PSI di Indonesia (1950 –
1960an).
c. Partai Massa, muncul setelah terjadi
perluasan hak pilih rakyat. Partai massa terbentuk di luar parlemen
(extra-parlemen) dengan basis masa yang luas, seperti buruh, tani, kelompok
agama, dsb, dengan ideologi yang kuat untuk memobilisasi masa dengan organisasi
yang rapi. Tujuan utamanya bukan hanya memperoleh kemenangan dalam pemilihan umum,
tetapi juga memberikan pendidikan politik bagi rakyat/anggota. Contoh:
parpol-parpol di Indonesia (1950 – 1960an). Seperti PNI, Masyumi, PKI, dsb.
d. Partai Diktatorial, merupakan suatu
tipe partai massa tetapi memiliki ideologi yang lebih baku dan radikal. Kontrol
terhadap anggota dan rekrutmen anggota sangat ketat (selektif), karena dituntut
kesetiaan dan komitmen terhadap ideologi. Contoh: PKI dan umumnya partai
komunis.
e. Partai Catch-all, merupakan gabungan
partai kader dan partai massa. Istilah “Catch-all” pertama kali dikemukakan
oleh Otto Kirchheimer untuk memberikan tipologi pada kecenderungan parpol di
Eropa Barat pasca Perang Dunia II. Catch-all artinya “menampung
kelompok-kelompok sosial sebanyak mungkin untuk dijadikan anggotanya”. Tujuan
utamanya adalah memenangkan pemilihan umum dengan menawarkan program dan
keuntungan bagi anggotanya sebagai ganti ideologi yang kaku. Aktivitas partai ini
erat kaitannya dengan kelompok kepentingan dan kelompok penekan. Contoh: Golkar
di Indonesia (1971 – 1998).
Parpol
berbeda dengan kelompok kepentingan (interest group) dan kelompok penekan
(pressure group). Partai dibentuk untuk mempengaruhi jalannya pemerintahan
dengan mengajukan calon-calon untuk jabatan publik, sementara kelompok
kepentingan dan kelompok menekan lebih memilih cara persuasi, lobi dan
propaganda dalam usaha mempengaruhi pemerintah. Sedangkan di negara-negara yang
sedang berkembang (NSB), kebangkitan dan aktivitas parpol terkait dengan proses
identitas nasional, pembentukan kerangka sistem politik, pengabsahan lembaga
pemerintah, serta usaha memperkuat integrasi nasional. Partai tidak berfungsi
sebagai penyedia akses bagi penyaluran tuntutan, tetapi semata sebagai elemen
strategi persatuan nasional dan pengganti perbedaan. (A. Mukthie Fadjar, 2008:
21)
3. Peranan
dan Fungsi Parpol
Dalam
kepustakaan ilmu politik, sering dikemukakan bahwa partai politik mempunyai
peranan (Gaffar dan Amal, 1988):
a. Dalam proses
pendidikan politik;
b. Sebagai sumber
rekrutmen para pemimpin bangsa guna mengisi berbagai macam posisi dalam
kehidupan bernegara;
c. Sebagai lembaga
yang berusaha mewakili kepentingan masyarakat; dan
d. Sebagai
penghubungan antara penguasa dan rakyat.
Fungsi
partai politik di Negara Demokrasi menurut Hamka (dalam Slide Perkuliahan,
Pengantar Ilmu Politik, 2015) sebagai berikut:
a. Sebagai sarana
komunikasi politik
b. Sebagai sarana
sosialisasi politik
c. Sebagai sarana
rekrutmen politik
d. Sebagai sarana
pengatur konflik.
Sesuai
dengan penjelasan A. Mukthie Fadjar (2008: 17) yang lebih lengkap dengan
mengulas tentang fungsi parpol secara umum dalam negara demokrasi modern,
sebagai berikut:
a. Sebagai sarana
komunikasi politik, yaitu satu pihak yang merumuskan kepentingan dan
menggabungkan atau menyalurkan kepentingan masyarakat untuk disampaikan dan
diperjuangkan kepada pemerintah, sedangkan di pihak lain juga berfungsi
menjelaskan dan menyebarluaskan kebijaksanaan pemerintah kepada masyarakat
(khususnya anggota parpol yang bersangkutan);
b. Sebagai sarana
sosialisasi politik, yaitu proses dimana seseorang memperoleh pandangan,
orientasi, dan nilai-nilai dari masyarakat di mana dia berada. Proses tersebut
juga mencakup proses dimana masyarakat mewariskan norma-norma dan nilai-nilai
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Di NSB seperti Indonesia, yang
bangsanya pada umumnya sangat plural, parpol dapat membantu peningkatan
identitas nasional dan pemupukan integrasi nasional.
c. Sebagai sarana
rekrutmen politik, yakni proses melalui mana partai mencari anggota baru dan
mengajak orang yang berbakat untuk berpartisipasi dalam proses politik.
Rekrutmen politik akan menjamin kontinuitas dan kelestarian partai, dan
sekaligus merupakan salah satu cara untuk menyeleksi para calon pimpinan partai
atau pemimpinan bangsa.
d. Sebagai sarana
pengatur konflik, yakni bahwa dalam negara demokratis yang masyarakatnya
terbuka dan plural, perbedaan dan persaingan pendapat sangatlah wajar, akan
tetapi sering menimbulkan konflik sosial yang sangat luas. Oleh karena itu,
konflik harus bisa dikendalikan atau dijinakkan agar tidak berlarut-larut yang
bisa menggoyahkan dan membahayakan eksistensi bangsa. Dalam hal ini, parpol
dapat berperan menekan konflik seminimal mungkin.
4. Tipologi
Sistem Kepartaian
Sistem
kepartaian pada umumnya dapat diklasifikasikan menurut dua kriteria, yaitu:
a. Berdasarkan
jumlah partai yang ada dalam suatu negara, sehingga muncul:
1) Sistem partai
tunggal (umumnya di negara komunis);
2) Sistem
dwi-partai, seperti di USA, Inggris, dll;
3) Sistem multi
partai, seperti di Belanda, Italia, Indonesia, dll.
b. Berdasarkan pada
karakter partai:
1) Sistem
kompetitif;
2) Sistem agregatif;
3) Sistem ideologis;
4) Sistem
pluralistik;
5) Sistem
monopolistik;
6) Sistem hegemonik.
Berdasarkan
kedua kriteria tersebut maka tipologi sistem kepartaian dapat digambarkan dalam
bagan berikut:
No
|
Kriteria
|
Integratif
|
Kompetitif
|
1
|
Dukungan
|
sektarian (eksklusif)
|
komprehensif (pragmatis, orientasi klan)
|
2
|
Organisasi
|
tertutup, otoriter
|
terbuka dan pluralistik
|
3
|
kegiatan dan fungsi
|
mobilisasi, hegemonik integrasi nasional
|
agregatif dan representatif terspesialisasi
|
4
|
Jumlah partai
|
Satu partai
|
Dwipartai/multi partai
|
Sumber: Amal, 1988
*BAB III dan BAB IV dilanjutkan pada halaman Blog berikut... terima kasih ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mohon kritik dan saran yang membangun ya... tq ^_^ (jangan makian, ingat dosa)